Archive for June, 2013

Kisah Anne

Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama, tetapi belum mempunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.

Setelah bertahun-tahun berumahtangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman-teman, sahabat-sahabat, dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut bersukacita dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar dalam perutnya, seorang bayi laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi laki-lakinya.

Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depresi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tersebut), tetapi juga khawatir terhadap kesehatan bayi laki-lakinya. “Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak,” kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan.

Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya di balik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan organ bayinya ke orang lain? Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne. Mereka terus bersujud kepada Tuhan. Pada mulanya, mereka memohon keajaiban supaya bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu bahwa mereka seharusnya memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencanaNya sendiri.

Keajaiban terjadi! Dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari dua jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan sekarat yang sedang menunggu donor organ bayi. Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai orang tua, dimana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yang akan terjadi.

Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne), mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka. Mereka sangat sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja.

Sungguh tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka.

Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat dua jam. Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam.

Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama enam jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya.

Karen Kingsbury – “Gifts From The Heart for Women”

Ada 3 point penting yang dapat kita renungkan dari kisah ini:

1. SESUNGGUHYA, tidaklah penting berapa lama kita hidup, satu hari atau seratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang telah kita lakukan selama hidup kita, yang bermanfaat bagi orang lain.

2. SESUNGGUHNYA, tidaklah penting berapa lama perusahaan kita telah berdiri, satu tahun atau dua ratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang dilakukan perusahaan kita selama ini, yang bermanfaat bagi orang lain.

3. Ibu Anne mengatakan “Hal terpenting bagi orang tua bukanlah mengenai bagaimana karir anaknya di masa mendatang, di mana mereka tinggal, maupun berapa banyak uang yang mampu mereka hasilkan. Tetapi hal terpenting bagi kita sebagai orang tua adalah untuk memastikan bahwa anak-anak kita melakukan hal-hal terpuji selama hidupnya, sehingga ketika kematian menjemput mereka, mereka akan menuju surga”.

Sepatu

Suatu ketika hiduplah seorang raja yang sangat berkuasa. Dia memiliki negara yang sangat luas, meliputi gunung dan lembah. Rakyatnya juga amat banyak, memenuhi negeri sampai ke ujung pantai dan dalamnya hutan.

Sang raja tersebut sangat mengasihi rakyatnya. Ia sering berkeliling negeri dan melakukan pemeriksaan ke setiap wilayah kekuasaannya. Ia ingin lebih dekat dengan rakyatnya dan mengetahui apa yang dirasakan oleh rakyatnya, sehingga pada setiap kunjungannya dia menyamar sebagai rakyat biasa dan tidak pernah menggunakan tandu.

Karena raja tersebut masih baru memerintah, sang raja belum memahami semua wilayah kekuasaannya. Saat ia kembali dari perjalanannya yang sangat melelahkan dan panjang, kakinya terasa sangat nyeri dan sakit.

Sang raja mengeluh dengan keadaan ini. Sambil memegangi kakinya yang masih sakit, sang raja berpikir tentang bagaimana caranya agar ia tidak perlu merasakan nyeri setiap kali ia melakukan perjalanan jauh. Akhirnya ia menemukan suatu cara solusi, “Bila setiap jalan yang aku lewati dilapisi oleh kulit dan permadani, tentu aku akan merasa nyaman dan tidak perlu merasakan sakit seperti ini.”

Akhirnya sang raja memerintahkan para pegawai istana untuk melapisi setiap jalan di wilayah kekuasaannya dengan kulit dan permadani. Namun sebelum rencana tersebut dilaksanakan, sang penasihat kerajaan menghadap raja dan berkata, “Tuanku, rencana ini akan memerlukan banyak sekali kulit dan permadani dan hal ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar sekali. Ini akan mengurangi keuangan kerajaan.”

Sang raja tampak heran dan bertanya, “Lalu, apa saranmu tentang hal ini? Penasihat raja menghampiri dan berkata, “Tuanku, mengapa Baginda harus mengeluarkan biaya untuk hal tersebut? Mengapa Baginda tidak memotong saja sedikit dari kulit itu dan melapiskannya di kaki Baginda?”

Sang raja terkejut, tetapi akhirnya ia setuju dengan usulan penasihat tersebut dan membuat “sepatu” untuk dirinya. Akhirnya sang raja membatalkan niatnya untuk melapisi jalan dengan kulit. Ia dapat terus melakukan kunjungan ke seluruh wilayah kekuasaan tanpa rasa nyeri yang menyakitkan kakinya.

Ada satu pelajaran berharga dari cerita tersebut di atas. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadang kala kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita, bukan dengan jalan mengubah keadaan dunia ini.

Seringkali kita keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia dalam pikiran kita, kadang kala hanya suatu bentuk personal. Dunia kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah diri kita sendiri. Tidak ada orang lain di dalamnya. Seringkali dalam pandangan kita, dunia adalah bayangan dari diri kita sendiri.

Jalan panjang yang ditempuh oleh sang raja memang terjal dan berliku. Tetapi, haruskah ia melapisi semuanya dengan permadani berbulu? Haruskah jalan-jalan tersebut dibuat landai dan tenang dan menutupinya dengan kulit yang halus?

Memang, jalan kehidupan yang kita tempuh adalah terjal dan berbatu. Dan, kita mempunyai dua pilihan, yaitu: “Mengubah dan melapisi setiap jalan tersebut dengan permadani berbulu agar kita tidak merasakan sakit” atau “Mengubah dan melapisi hati kita dengan sepatu, agar kita dapat bertahan untuk melalui jalan-jalan tersebut”.

Ajarkanlah kepadaku kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik, sebab aku percaya kepada perintah-perintahMu. (Mazmur 119: 66)

Faith

It takes courage to share about “Jesus Christ” to others!! This is a true story of something that happened just a few years ago at USC. There was a professor of philosophy there who was a deeply commited atheist. His primary goal for one required class was to spend the entire semester attempting to prove that God couldn’t exist. His students were always afraid to argue with him because of his impeccable logic. For twenty years, he had taught this class and no one had ever had the courage to go against him. Sure, some had argued in class at times, but no one had ever “really gone against him” (you’ll see what I mean later).

Nobody would go against him because he had a reputation. At the end of every semester, on the last day, he would say to his class of 300 students, “If there is anyone here who still believes in Jesus, stand up!” in twenty years, no one had ever stood up. They knew what he was going to do next. He would say, “Because anyone who does believe in God is a fool. If God existed, he could stop this piece of chalk from hitting the ground and breaking. Such a simple task to prove that he is God, and yet he can’t do it.” And every year, he would drop the chalk onto the tile floor of the classroom and it would shatter into a hundred pieces. All of the students could do nothing but stop and stare. Most of the students were convinced that God couldn’t exist. Certainly, a number of Christians had slipped through, but for 20 years, they had been too afraid to stand up.

Well, a few years ago, there was a freshman who happened to get enrolled in the class. He is a Christian, and had heard the stories about this professor. He had to take the class because it was one of the required classes for his major, and he was afraid. But for 3 months that semester, he prayed every morning that he would have the courage to stand up no matter what the professor said or what the class thought. Nothing they said or did could ever shatter his faith, he hoped. Finally the day came. The professor said, “If there is anyone here who still believes in God, stand up!” The professor and the class of 300 people looked at him, shocked, as he stood up at the back of the classroom. The professor shouted, “You FOOL!! If God existed, he could keep this piece of chalk from breaking when it hit the ground!” He proceeded to drop the chalk, but as he did, it slipped out of his fingers, off his shirt cuff, onto the pleats of his pants, down his leg, and off his shoe.

As it hit the ground, it simply rolled away, unbroken. The professor’s jaw dropped as he stared at the chalk. He looked up at the young man and then ran out of the lecture hall. The young man who had stood up proceeded to walk to the front of the room and share his faith in Jesus for the next half hour. 300 students stayed and listened as he told of God’s love for them and of his power through Jesus. “Yet to all who received HIM, to those who believed in HIS name, HE gave the right to become children of God – children born not of natural descent, neither human decision nor a husband’s will, but born of GOD.” “But HE knows the way that I take. When HE has tested me, I will come forth as gold.”

Now, the choice is yours!! You have one of two choices:
1) Forget this and never look at it again
2) Pass this along to your Christian and non-Christian friends and let them have the encouragement we all need every day

God Bless You all!!

Tetaplah Bersyukur

Tina, seorang gadis yang baik hati, satu kali ingin memberi kejutan pada Nenek Omi yang hidup sendiri. Ia datang membuat sebuah kue yang enak, lalu membawanya ke rumah si nenek.

“Oh, buat Nenek? Puji Tuhan! Terima kasih, Tina. Nenek sangat suka,” kata nenek waktu menerima kue itu.

Melihat nenek Omi suka, seminggu kemudian Tina kembali membawa kue yang sama. “Terima kasih,” jawab nenek singkat.

Lebih dari seminggu, komentar Nenek Omi kembali berbeda. “Tumben, kamu telat sehari,” sahutnya.

Minggu selanjutnya, ”Kuemu agak kemanisan. Nenek lebih suka rasa buah daripada coklat.”

Karena sibuk, minggu selanjutnya Tina tidak sempat membuat kue, dan ketika ia berangkat kerja dan melewati rumah si nenek, nenek Omi keluar dan berteriak, “Hei Tina, mana kue nenek?”

Saat kita melihat berkat yang sama setiap hari, kita tidak akan memperhatikannya lagi. Ketika tidak lagi memperhatikan, kita berhenti menghargai. Ketika tidak menghargai, kita berhenti bersyukur. Ketika kita tidak bersyukur, kita mulai mengeluh.

Jika hari ini kamu menangis, bersyukurlah karena kamu tidak membuat orang lain menangis. Jika hari ini kamu disakiti, bersyukurlah karena kamu tahu rasa sakit dan tidak menyakiti orang lain. Jika hari ini kamu dikecewakan, bersyukurlah karena kamu tidak membuat orang lain kecewa.

Apapun yang kamu alami hari ini, tetaplah bersyukur karena kita belajar UNTUK MEMAAFKAN.

Petani

Dahulu kala, ada seorang petani miskin yang memiliki seekor kuda putih yang sangat cantik dan gagah. Suatu hari, seorang saudagar kaya ingin membeli kuda itu dan menawarkan harga yang sangat tinggi. Sayang si petani miskin itu tidak menjualnya. Teman-temannya menyayangkan dan mengejek dia karena tidak menjual kudanya itu.

Keesokan harinya, kuda itu hilang dari kandangnya. Maka teman-temannya berkata, “Sungguh jelek nasibmu, padahal kalau kemarin dijual kamu kaya, sekarang kudamu sudah hilang.” Si petani miskin hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, kuda si petani kembali bersama 5 ekor kuda lainnya. Lalu teman-temannya berkata, “Wah, beruntung sekali nasibmu, ternyata kudamu membawa keberuntungan.” Si petani hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, anak si petani yang sedang melatih kuda-kuda baru mereka terjatuh dan kakinya patah. Teman-temannya berkata, “Rupanya kuda-kuda itu membawa sial. Lihat sekarang anakmu kakinya patah.” Si petani tetap diam tanpa komentar.

Seminggu kemudian terjadi peperangan di wilayah itu, semua anak muda di desa dipaksa untuk berperang, kecuali si anak petani karena tidak bisa berjalan. Teman-temannya mendatangi si petani sambil menangis, “Beruntung sekali nasibmu karena anakmu tidak ikut berperang. Kami harus kehilangan anak-anak kami.”

Si petani kemudian berkomentar, “Janganlah terlalu cepat membuat kesimpulan dengan mengatakan nasib baik atau jelek, semuanya adalah suatu rangkaian proses. Syukuri dan terima keadaan yang terjadi saat ini. Apa yang kelihatan baik hari ini belum tentu baik untuk hari esok. Apa yang buruk hari ini belum tentu buruk untuk hari esok.”

Jadilah bijaksana hari ini!!!

Mengarungi Kehidupan Dengan Keimanan

Aku duduk menikmati senja dalam perahuku yang sedang berlabuh… Kulihat Yesus di ruang kemudi, menatapku lembut dan berkata, “Lepaskan tambatan perahumu, dan biarkan Aku membawa engkau ke seberang. Bukan rencanaKu untuk engkau tetap tertambat di sini.”

Dengan takut, gelisah, dan khawatir aku menjawabNya, “Tuhan bukankah lebih baik aku tetap di sini? Aku tidak akan melihat topan, badai, dan angin ribut. Dan aku dapat kembali ke darat kapan pun aku mau.”

Lembut Yesus memegang tanganku, menatap mataku, dan berkata, “Memang di sini engkau tidak akan mengalami topan, badai, dan angin rebut, tapi engkau juga tidak akan pernah melihat bahwa engkau sanggup jika bersama Aku untuk mengatasi semua itu. Engkau tidak akan melihat Aku berkuasa atas semuanya itu, karena Akulah TUHAN…”

Dalam pergumulan berat, aku memandangi tali yang mengikat perahuku. Di tali itu kulihat ada rasa khawatir akan: keuangan, pekerjaan, pasangan hidup, dan lain-lain. Dalam hati aku bertanya-tanya: tahukah Ia akan apa yang aku inginkan? Mengertikah Ia akan apa yang aku rindukan dan dambakan?

Yesus memelukku dan berbisik lembut, “Memang tidak semuanya akan sesuai dengan apa yang kau inginkan, rindukan, dan dambakan, bahkan mungkin kebalikannya yang akan kau dapat, tetapi maukah kau percaya bahwa rancanganKu adalah rancangan damai sejahtera, masa depanKu adalah masa depan yang penuh harapan?”

Ia memeluk dan menangis bersamaku. Dengan berat aku melepaskan tali perahuku… Aku lepaskan semua rasa khawatir itu dari hatiku, ku taruh hak atas masa depanku di tanganNya. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku, sambil menangis aku menatapNya dan berkata, “Aku percaya, aku akan sanggup bersamaMu. Jadilah nahkoda dalam perahuku dan marilah kita berlayar, ya Tuhanku.”

Bersediakah kita serahkan hak atas masa depan kita dalam tanganNya tanpa kita belum tahu bagaimana Ia akan merancang semuanya itu?

Yakinkan diri kita, dan ingat firmanNya: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” *Yer 29:11*

Jesus In The House

Seorang pemuda yang kaya raya tinggal di sebuah rumah yang sangat besar dengan lusinan kamar. Setiap kamar lebih nyaman dan lebih indah dibandingkan kamar sebelumnya. Di dalam rumah itu terdapat berbagai karya seni lukis dan pahatan, lampu-lampu kristal, serta pegangan tangan berukir berlapis emas pada setiap tangga. Lebih indah dari apa yang kebanyakan orang pernah melihat.

Suatu hari pemuda tersebut memutuskanm untuk mengundang Tuhan datang dan tinggal bersamanya di rumah itu. Ketika Tuhan datang, pemuda ini menawarkan kepadaNya kamar yang terbaik di dalam rumah itu. Kamar tersebut terletak di ujung bagian atas.

“Yesus, kamar ini milikMu! Tinggallah selama Engkau mau dan lakukan apa yang Engkau mau lakukan di dalam kamar ini. Ingat, ini adalah kamarMu.”

Malam harinya, ketika pemuda tersebut sudah bersiap untuk istirahat, terdengar bunyi ketukan yang sangat keras di pintu depan. Mendengar ketukan itu, pemuda tersebut turun untuk membukakan pintu. Ketika dia membuka pintu, dia melihat bahwa iblis telah mengirim tiga roh jahat untuk menyerangnya. Dia dengan cepat menutup pintu, tetapi salah satu roh jahat mengganjal pintu itu dengan kakinya. Beberapa saat kemudian, setelah bertarung dengan sekuat tenaga, pemuda tersebut berhasil menutup dan mengunci pintu kemudian kembali ke kamarnya dalam keadaan sangat lelah.

“Bayangkan!” pikir pemuda itu. “Yesus ada di atas, tidur dalam ruangan yang terbaik, sedangkan saya bertarung melawan roh-roh jahat di bawah. Oh, mungkin Dia tidak mendengar.” Pemuda itu tidur sangat sebentar malam itu.

Keesokan harinya, segala sesuatunya berjalan dengan normal dan karena merasa sangat lelah, pemuda tersebut tidur agak awal pada malam harinya. Sekitar tengah malam, terdengar ada yang menggedor-gedor pintu depan seolah-olah akan mendobrak pintu. Pemuda tersebut menuruni tangga lagi dan membuka pintu serta menjumpai lusinan roh jahat berusaha masuk ke dalam rumahnya yang indah. Selama lebih dari tiga jam pemuda itu bertarung melawan mereka dan akhirnya membuat mereka mundur, cukup untuk menutup pintu. Pemuda itu sangat kehabisan tenaga. Dia sama sekali tidak mengerti. Mengapa Tuhan tidak datang untuk menolongnya? Mengapa Dia membiarkan aku bertarung seorang diri? Dengan gundahnya, dia berjalan ke sofa dan tidur dengan tidak nyaman.

Keesokan paginya, dia memutuskan untuk bertanya kepada Tuhan mengenai segala yang terjadi pada dua malam tersebut. Perlahan-lahan dia berjalan ke kamar tidur yang sangat indah di mana Yesus ia tempatkan.

“Yesus,” panggilnya sambil mengetuk pintu. “Tuhan, aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Selama dua malam ini saya harus bertarung membuat si jahat pergi dari pintu rumahku, sementara Engkau tidur di sini. Tidakkah Engkau memperhatikanku? Bukankah aku telah memberikan kepadaMu ruangan yang terbaik di dalam rumah ini?”

Pemuda tersebut melihat Yesus menitikkan air mata, tetapi dia meneruskan, “Aku tidak mengerti, aku berpikir bahwa jika aku mengundangMu untuk tinggal bersamaku, Engkau akan menjagaku, dan aku berikan kepadaMu kamar yang terbaik dalam rumahku. Apalagi yang harus aku perbuat?”

“AnakKu yang kukasihi,” Yesus berkata dengan sangat lembut. “Aku sungguh-sungguh mengasihi engkau dan sangat memperhatikanmu. Aku melindungi apa yang engkau berikan kepadaKu untuk Kujaga. Tetapi ketika engkau mengundangKu untuk datang dan tinggal di sini, engkau membawaKu ke kamar yang indah ini dan menutup pintu ke bagian lain dari rumah ini. Aku menjadi Tuhan atas kamar ini dan tidak ada roh jahat yang bisa masuk kemari.”

“Oh, Tuhan, ampuni aku. Ambillah seluruh rumahku – semuanya milikMu. Aku menyesal tidak menyerahkan kepadaMu seluruhnya. Aku ingin Engkau mengatur semuanya.” Sambil berkata demikian, dia membuka pintu kamar itu dan berlutut di kaki Yesus. “Tuhan, ampuni aku karena aku hanya memikirkan diriku sendiri.” Yesus tersenyum dan berkata bahwa Dia telah mengampuni pemuda itu dan Dia akan mengatur segala sesuatunya mulai saat itu.

Malam itu, ketika si pemuda bersiap untuk tidur dia berpikir, “Aku ingin tahu apakah roh-roh jahat itu akan kembali, aku bosan menghadapi mereka setiap malam.” Tapi dia tahu bahwa Yesus akan membereskan semuanya sejak saat itu.

Sekitar tengah malam, terdengar suara gedoran pintu yang sangat menakutkan. Si pemuda keluar dari kamarnya dan melihat Yesus menuruni tangga. Dia menyaksikan dengan penuh kekaguman ketika Yesus membuka pintu, tanpa merasa takut. Setan berdiri di muka pintu meminta untuk masuk.

“Apa yang engkau inginkan?” tanya Tuhan.

Si iblis menunduk di hadapan Tuhan, “Maaf, tampaknya saya salah alamat.” Dengan perkataan tersebut iblis dan pasukannya pergi menjauh.

Inti dari kisah ini adalah:
Yesus menginginkan engkau seutuhnya, bukan hanya sebagian. Dia akan mengambil semua yang engkau berikan kepadaNya, dan tidak lebih dari itu. Seberapa bagian dari hati yang telah engkau berikan kepada Tuhan? Masih adakah bagian yang tidak engkau berikan kepadaNya? Mungkin serangan-serangan itu akan datang semakin dahsyat dari hari ke hari. Mengapa tidak membiarkan Tuhan berperang untukmu? Dia selalu menang. Tuhan membuat segala sesuatunya mudah bagi manusia, segala kerumitan manusia berasal dari dirinya sendiri.

Jembatan

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun, saling meminjamkan peralatan pertanian, dan bahu-membahu dalam usaha perdagangan saat mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja, kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar, dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur sapa.

Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. “Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan,” kata pria itu dengan ramah. “Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan.”

“Oh ya,” jawab sang kakak. “Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana? Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku, sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya.”

Kata tukang kayu, “Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang.”

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.

Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan yang melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan lading pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar. “Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku…” kata sang adik pada kakaknya.

Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. “Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu,” pinta sang kakak.

“Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini,” kata tukang kayu, “tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan.”

TUHAN SELALU INGIN KITA BERSAMA DALAM DAMAI SEJAHTERA.
TUHAN SELALU INGIN MEMPERSATUKAN HATI KITA.
TUHAN SELALU INGIN KITA MENGASIHI SESAMA KITA, SAUDARA KITA.
KARENA TUHAN ADALAH SAHABAT SETIA, PENOLONG KITA.
PERCAYALAH BAHWA TUHAN SELALU INGAT PADA KITA MANUSIA.

Berkat Atau Kutuk?

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat begitu kemegahannya, keagungannya, dan kekuatannya.

Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, “Kuda ini bukan kuda bagi saya,” katanya. “Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang? Ia adalah sahabat, bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat?” Orang itu miskin dan godaan besar, tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. “Orang tua bodoh,” mereka mengejek dia, “sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan.”

Orang tua itu menjawab, “Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya dikutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?”

Orang protes, “Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak diperlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan.”

Orang tua itu berbicara lagi, “Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?”

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka, orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, “Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami.”

Jawab orang itu, “Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu.”

“Barangkali orang tua itu benar,” mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

“Kamu benar,” kata mereka, “Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi.”

Orand tua itu berbicara lagi, “Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong.”

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.

“Kamu benar, orang tua,” mereka menangis, “Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya.”

Orang tua itu berbicara lagi, “Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu.”

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya: “Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.”

Pernahkah

Pernahkah…
Saat kau duduk santai dan menikmati harimu, tiba-tiba kamu terpikirkan ingin berbuat sesuatu kebaikan untuk seseorang?
Itu adalah Tuhan yang sedang berbicara denganmu dan mengetuk hatimu…

Pernahkah…
Saat kau sedang sedih, kecewa, tetapi tidak ada orang di sekitarmu yang dapat kau jadikan tempat curahan hati?
Itulah saatnya dimana Tuhan ingin agar kamu berbicara padaNya…

Pernahkah…
Kamu tanpa sengaja memikirkan seseorang yang sudah lama tidak bertemu dan tiba-tiba orang tersebut muncul atau kamu bertemu dengannya atau menerima telepon darinya?
Itu adalah Kuasa Tuhan yang sedang menghiburmu. Tidak ada namanya kebetulan…

Pernahkah…
Kamu mengharapkan sesuatu yang tidak terduga, yang selama ini kamu inginkan, tapi rasanya sulit untuk didapatkan?
Itu adalah Tuhan yang mengetahui dan mendengar suara batinmu…

Pernahkah…
Kau berada dalam situasi yang buntu, semua terasa begitu sulit, begitu tidak menyenangkan, hambar, kosong, bahkan menakutkan?
Itu adalah saat dimana Tuhan mengijinkan kamu diuji, supaya kamu menyadari KeberadaanNya, karena Dia tahu kamu sudah mulai melupakanNya dalam kesenangan…

Sering Tuhan mendemonstrasikan KASIH dan KUASANYA di dalam area, dimana saat manusia merasa dirinya tak mampu.

Tersenyumlah…
Bersukacitalah…

GOD KNOWS what is the BEST for you, because He loves you more than you love yourself…

God Bless You for this day and next day!