Archive for January, 2011

Monyet

Seorang profesor sedang mengadakan penelitian terhadap beberapa ekor monyet. Monyet A dan monyet B dimasukkan ke sebuah ruangan tertutup yang di dalamnya diletakkan sebatang tiang, dimana pada puncak tiang itu terdapat setandan pisang. Monyet A mulai memanjat tiang itu, pada saat yg bersamaan, sang profesor menyiramkan air sehingga terpelesetlah monyet A dan jatuh. Monyet A berusaha untuk memanjat lagi, tapi karena licin, kembali dia terjatuh, begitu seterusnya, sehingga monyet A menyerah.

Kemudian giliran monyet B, melakukan hal yang sama dengan monyet A, berulang kali mencoba dan jatuh, menyerah jugalah monyet B.

Kemudian, sang profesor memasukkan monyet C ke dalam ruangan tersebut. Monyet C ingin memanjat tiang tersebut. Sebelum hal itu terjadi, monyet A dan monyet B dengan semangat menasehati monyet C untuk tidak mengalami hal yang konyol yaitu terpeleset dan jatuh. “Percuma kamu memanjat tiang itu, kami berdua sudah mencoba berulang kali tetapi selalu gagal.” Akhirnya monyet C menuruti nasehat kedua monyet itu, dia tidak berusaha mencoba memanjat lebih dahulu.

Kemudian sang profesor mengeluarkan monyet A dan B, dimasukkannyalah monyet D dan monyet E. Monyet D dan monyet E ingin sekali memanjat tiang itu, tetapi monyet C mencoba menasehati mereka untuk tidak sekali-kali memanjatnya kalau tidak ingin terpeleset dan jatuh. Monyet D mendengar dan mematuhi nasehat tersebut, dia tidak berusaha untuk memanjat. Tapi lain halnya dengan monyet E, dia tidak mendengarkan nasehat itu, dia tidak terpengaruh dengan nasehat itu, dia mulai mencoba untuk memanjat. “Apa salahnya mencoba?” pikir monyet E. Karena sang profesor tidak memberi air lagi pada tiang itu, monyet E akhirnya dapat mencapai puncak dan mendapatkan pisang.

Ada beberapa karakter yang dapat kita jumpai:

Monyet A dan monyet B:
Ibaratnya adalah orang yang mempunyai karakter dengan mudahnya menyerah kalah dan dengan mudahnya mempengaruhi orang lain untuk tidak berusaha, menanamkan input-input negatif kepada orang lain. Padahal 99% kita-kita yang merasa gagal sebetulnya belum tentu gagal, hanya saja kita cepat menyerah. Sangat disayangkan bahwa dunia ini sebenarnya dipenuhi oleh orang-orang hebat yang potensial, tetapi terlalu cepat menyerah. Banyak dari kita yang keburu sudah mati sebelum mencoba menggali seluruh potensi yang ada pada diri kita.

Monyet C dan monyet D:
Ibaratnya adalah orang yang mempunyai karakter mudah sekali percaya dengan input-input negatif yang dia terima, tanpa mau bersusah-susah untuk meraih kesuksesan, orang-orang yang takut gagal, padahal belum mencoba. Kita cenderung mengikuti falsafah Jan Spoelman “Kalau ragu, lebih baik tidak usah dilakukan”. Jika kita tidak pernah mencoba, kita sudah pasti tidak akan pernah berhasil. Kita berjuang bukan dengan kepandaian, tetapi dengan kegigihan.

Monyet E:
Ibaratnya adalah orang yang mempunyai karakter tidak mudah terpengaruh dengan input-input negatif, orang yang selalu berjuang untuk mendapatkan kesuksesan, berani mencoba dan tidak takut gagal. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah mengalami kegagalan. Orang yang sukses selalu bangkit kembali meskipun sudah jatuh. Kalau kita ingin berhasil, kita harus berani mengambil RESIKO.

Hilangnya Kehilangan Besar

Aku tak akan pernah melupakan hari pertama kali aku melihat “impian berjalan”. Namanya Susie Summers (namanya sengaja diubah untuk melindungi si dia yang menakjubkan). Senyumnya, yang berkilauan di bawah kedua matanya yang bak bintang kejora, sungguh mempesona dan membuat si penerimanya (terutama kaum pria) merasa sangat istimewa.
Memang kecantikannya mencengangkan, namun kecantikan batinnyalah yang selalu kuingat. Dia benar-benar mempedulikan orang lain dan merupakan seorang pendengar yang sangat berbakat. Selera humornya dapat mencerahkan seluruh hari anda dan kata-katanya yang bijaksana selalu pas dengan apa yang perlu anda dengar. Dia bukan saja dikagumi, melainkan juga sungguh-sungguh dihargai oleh pria maupun wanita. Meskipun dia memiliki segalanya yang dapat disombongkan, dia sangatlah rendah hati.

Tak usah dikatakan lagi, dia menjadi dambaan setiap pria. Terutama aku. Aku pernah menemaninya masuk kelas, dan pada hari lainnya aku pernah makan siang berdua saja dengannya. Rasanya seperti di langit ke tujuh.

Waktu itu kupikir, “Kalau saja aku punya pacar seperti Susie Summers, aku tak akan pernah melirik gadis lain.” Tapi, aku yakin bahwa gadis sehebat dia tentulah sudah punya pacar, yang jauh lebih baik dariku. Meskipun aku ketua OSIS, aku tahu aku tak mungkin jadi pacarnya. Jadi, saat wisuda, aku pun mengucapakan salam perpisahan kepada cinta pertamaku.

Setahun kemudian, aku bertemu dengan sahabatnya di sebuah pertokoan, dan kami makan siang bersama. Dengan tenggorokan tersumbat aku menanyakan keadaan Susie. “Yaaah, akhirnya dia bisa juga melupakanmu,” jawabnya.

“Apa maksudmu?” tanyaku.

“Kamu benar-benar kejam padanya. Kamu biarkan dia memendam harapan, menemaninya masuk kelas, dan membiarkannya mengira bahwa kamu tertarik padanya. Kamu masih ingat waktu makan siang berdua dengannya? Dia menunggu teleponmu sepanjang minggu. Dia begitu yakin kamu akan menelepon dan mengajaknya berkencan.”

Aku begitu takut ditolak sehingga aku tak berani mengambil resiko untuk memberitahukan perasaanku terhadapnya. Seandainya waktu itu aku mengajaknya berkencan, dan ternyata dia menolak? Apa hal terburuk yang mungkin terjadi? Paling-paling aku tak jadi berkencan dengannya. Tanpa mengajaknya pun AKU TIDAK BERKENCAN DENGANNYA! Yang lebih buruk lagi adalah bahwa sebenarnya waktu itu aku bisa berkencan dengannya.

Kita tak pernah kalah karena mencintai seseorang. Kita selalu kalah karena tidak berterus terang.

Kata Bijak

Tuhan memberimu kesempatan untuk memiliki, menjaga, menerima, dan mencintai.

Kesempatan yang diterima bukan datang dua kali dalam hidup ini. Ketika Tuhan menunjukmu untuk  menerima takdirnya, maka terimalah dan jadilah yang terbaik.

Sesuatu yang terkadang kau miliki dan mencintaimu justru terkadang menjadi sesuatu yang kau sia-siakan.

Seseorang yang berkorban untukmu, mencintaimu, dan merelakan segalanya untukmu justru terkadang menjadi seseorang yang tidak ada apa-apanya di matamu.

Terkadang kita hanya melihat seseorang dari kekurangan dan kesalahannya. Tapi apakah pernah kau sadari bahwa dirimu juga memiliki kekurangan? Apakah pernah kau berkaca diri dan belajar bahwa dirimu harus menerima orang lain dan menghargai orang lain seperti yang kau harapkan yaitu dihargai pula oleh orang lain?

Terkadang diam dan tersenyum bukan berarti kalah atau pun pengecut, hanya saja berusaha menjadi lebih kuat dan terus berjalan menuju kemenangan.

Percayalah bahwa benih yang kau tabur akan dituai olehmu.

Jika hari ini kita menangis karena orang lain, maka maafkanlah. Karena suatu saat Tuhan akan mengganti tangisan itu dengan ribuan kebahagiaan.

Keramik Kelinci Yang Cantik

Sepasang suami isteri yang sedang berbelanja di sebuah toko suvenir mencari hadiah buat anak mereka yang akan berulang tahun. Mereka berdua sempat kebingungan hadiah apa gerangan yang pantas buat anak gadis mereka yang sudah memasuki usia 17 tahun itu.

Sang Ayah teringat bahwa putri kesayangannya itu sangat gemar mengkoleksi boneka keramik berbagai macam bentuk. Seketika mata mereka tertuju kepada sebuah boneka keramik berbentuk Kelinci yang sangat cantik dan lucu. “Lihat yang berbentuk kelinci itu,” kata sang Ayah kepada isterinya. “Kau benar, inilah keramik tercantik yang pernah aku lihat,” ujar sang Isteri.

Saat mereka mendekati keramik kelinci itu, tiba-tiba keramik itu berbicara,”Terima kasih atas perhatiannya pada saya, perlu bapak dan Ibu ketahui, bahwa aku dulunya tidaklah secantik ini. Sebelum menjadi keramik cantik yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kekar dan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop! Berhenti! Berhenti! Aku berteriak, tetapi orang itu berkata ‘Belum!’, lalu ia menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Berhenti! Teriakku lagi. Tapi orang itu masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam tungku. Panas! Panas! teriakku dengan keras. Stop! Berhenti! Teriakku lagi. Tapi orang itu berkata, ‘Belum!’ Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir penderitaanku sudah berakhir. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diserahkan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Bau zat pewarnanya begitu memualkan. Berhenti! Berhenti! Aku kembali berteriak. Wanita itu berkata ‘Belum!’, lalu ia menyerahkan aku kepada seorang pria dan langsung memasukkan aku ke tungku yang lebih panas dari sebelumnya. Tolong! Ampun! Hentikan penyiksaan ini! Sambil menangis, aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku dan terus membakarku. Setelah puas ”menyiksaku” aku diletakkan di suatu tempat dan dibiarkan dingin. Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Betapa terkejutnya aku setelah melihat diriku. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah boneka kelinci yang cantik dan imut. Semua penderitaanku yang lalu seketika sirna tatkala kulihat diriku jadi secantik sekarang.”

Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat itu, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan dan tetesan air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagiNya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaanNya.

Marilah kita mencoba untuk merasakan kebahagian dari setiap cobaan yang diberikan olehNya. Sebab cobaan yang berupa ujian yang diberikan kepada kita akan menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kita akan tumbuh menjadi sempurna dan utuh serta tidak kekurangan satu apapun.

Apabila kita sedang menghadapi ujian hidup, janganlah berkecil hati, karena pada dasarnya Tuhan sedang membentuk kita. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan, tetapi setelah semua proses itu selesai, maka akan terlihat betapa cantiknya Tuhan membentuk kita.

Terkadang, saat menghadapi masalah, kita merasa down dan menyalahkan semua hal. Kita menjadi lupa untuk bersyukur. Namun, setelah kita mampu melewati masalah itu, kita bisa tersenyum dan berkata, “Ujian ini telah selesai. Aku berharap aku memperoleh nilai yang bagus di rapor yang disimpan Tuhan di Surga.” Dan kita berhasil naik satu level lagi dalam hidup kita dan pengalaman kita bersama dengan Tuhan. Jadi, apapun masalah yang sedang menimpa kita, tetaplah bersyukur dan nikmati masa-masa kita “di dalam oven”. Setelah melewatinya, hidup kita akan bersinar memancarkan kemuliaan Tuhan karena Tuhan akan selalu menemani kita dalam setiap masalah yang kita hadapi.

Semoga bisa memberkati kalian semua. Semangat dalam menjalani ujian yaaa!!

Kadal

Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang.

Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok yang terbuat dari kayu.

Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap di antara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada di situ 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun???

Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu? Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. Kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya… Astaga!! Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun.

Sungguh ini sebuah cinta, cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. Apa yang dapat dilakukan oleh cinta? Tentu saja sebuah keajaiban.

Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu mengagumkan.

Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara perempuan. Berusahalah semampumu untuk tetap dekat dengan orang-orang yang kamu kasihi.

Dia Tidak Terlelap

Ada sebuah suku pada bangsa Indian yang memiliki cara yang unik untuk mendewasakan anak laki-laki dari suku mereka. Jika seorang anak laki-laki tersebut dianggap sudah cukup umur untuk didewasakan, maka anak laki-laki tersebut akan dibawa pergi oleh seorang pria dewasa yang bukan sanak saudaranya, dengan mata tertutup.

Anak laki-laki tersebut dibawa jauh menuju hutan yang paling dalam. Ketika hari sudah menjadi sangat gelap, tutup mata anak tersebut akan dibuka, dan orang yang menghantarnya akan meninggalkannya sendirian. Ia akan dinyatakan lulus dan diterima sebagai pria dewasa dalam suku tersebut jika ia tidak berteriak atau menangis hingga malam berlalu.

Malam begitu pekat, bahkan sang anak itu tidak dapat melihat telapak tangannya sendiri, begitu gelap dan ia begitu ketakutan. Hutan tersebut mengeluarkan suara-suara yang begitu menyeramkan, auman serigala, bunyi dahan bergemerisik, dan ia semakin ketakutan, tetapi ia harus diam, ia tidak boleh berteriak atau menangis, ia harus berusaha agar ia lulus dalam ujian tersebut.

Satu detik bagaikan berjam-jam, satu jam bagaikan bertahun-tahun, ia tidak dapat melelapkan matanya sedetik pun, keringat ketakutan mengucur deras dari tubuhnya.

Cahaya pagi mulai tampak sedikit, ia begitu gembira, ia melihat sekelilingnya, dan kemudian ia menjadi begitu kaget, ketika ia mengetahui bahwa ayahnya berdiri tidak jauh di belakang dirinya, dengan posisi siap menembakan anak panah, dengan golok terselip di pinggang, menjagai anaknya sepanjang malam, jikalau ada ular atau binatang buas lainnya, maka ia dengan segera akan melepaskan anak panahnya, sebelum binatang buas itu mendekati anaknya, sambil berdoa agar anaknya tidak berteriak atau menangis.

Dalam mengarungi kehidupan ini, sepertinya Tuhan “begitu kejam” melepaskan anak-anakNya ke dalam dunia yang jahat ini. Terkadang kita tidak dapat melihat penyertaanNya, namun satu hal yang pasti Ia setia, Ia mengasihi kita, dan Ia selalu ada bagi kita.

Bukan Jaminan

Mobil Jerman bukan jaminan keselamatan.
Menyetir dengan hati-hati dan sabar itulah kunci keselamatan.

Membawa selusin bodyguard bukan jaminan keamanan.
Rendah hati, ramah, dan tidak mencari musuh, itulah kunci keamanan.

Obat dan vitamin bukan jaminan hidup sehat.
Jaga mulut, diet yang benar, dan olah raga yang terartur itulah kunci hidup sehat.

Rumah mewah bukan jaminan keluarga bahagia.
Saling mengasihi, menghormati, dan memaafkan itulah kunci keluarga bahagia.

Gaji tinggi bukan jaminan kepuasan hidup.
Bersyukur, hemat, dan menyayangi berkah, itulah kunci kepuasan hidup.

Pangkat tinggi bukan jaminan hidup terhormat.
Jujur, berkredibiltas, dan disiplin, itulah kunci hidup terhormat.

Hidup berfoya-foya bukan jaminan banyak sahabat.
Setia-kawan, bijaksana, solidaritas, suka menolong, itulah kunci banyak sahabat.

Kosmetik bukan jaminan kecantikan.
Semangat, kasih, ceriah, ramah, dan senyuman, itulah kunci kecantikan.

Satpam dan tembok rumah yang kokoh bukan jaminan.
Hidup tenang, hati yang damai, kasih, dan bebas tiada keserakahan dan kebencian, itulah kunci ketenangan dan rasa aman.

Pahamilah permasalahan dan kunci solusi yang sebenarnya.

Cukup Itu Berapa?

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapa pun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata “cukup”.

Si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubuk mungilnya untuk disimpan di sana. Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata “cukup”. Kapankah kita bisa berkata cukup?

Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih di bawah target. Istri mengeluh suaminya kurang perhatian. Suami berpendapat istrinya kurang pengertian. Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati. Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri. Tak perlu takut berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.

“Cukup” jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandek, dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup. Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang bahagia.

Meja Kayu

Suatu ketika ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya, menantunya, dan cucunya yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini sangat rapuh dan sering bergerak tak menentu, penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama, namun si orang tua pikun ini selalu mengacaukan suasana makan. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah, saat ia meraih gelas susu, segera saja susu tersebut tumpah membasahi taplak meja. Anak dan menantunya sangat gusar. “Kita harus melakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan segala sesuatu untuk Pak Tua ini.”

Lalu kedua suami istri tersebut membuatkan sebuah meja kayu dan meletakkannya di sudut ruangan. Di sana sang kakek akan duduk makan sendirian. Karena sering memecahkan piring, mereka memberikan mangkuk kayu untuk sang kakek. Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam, terdengar isak tangis dari sudut ruangan. Ada air mata mengalir dari gurat keriput sang kakek. Namun kata yang sering diucapkan pasangan itu omelan agar jangan menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun hanya melihatnya dalam diam.

Suatu malam, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang bermain dengan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu, “Kau sedang membuat apa?” Jawab anak itu, “Aku sedang membuat meja dan mangkuk kayu untuk ayah dan ibu. Jika aku besar nanti akan aku letakkan di sudut dekat meja tempat kakek makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Jawaban itu membuat suami istri itu terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Air mata mengalir di pipi mereka. Walaupun tanpa kata-kata, kedua orang ini mengerti ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Malam itu juga mereka menuntun sang kakek untuk makan malam bersama di meja makan. Tidak ada lagi omelan pada saat piring jatuh atau saat makanan tumpah di meja. Kini mereka makan bersama lagi di meja utama.

Teman, marilah kita selalu memberi teladan yang baik untuk orang-orang di sekitar kita, karena itu adalah tabungan masa depan kita.

Beban

Bukan berat beban yang membuat kita stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut.

Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya, “Seberapa berat menurut anda kira-kira segelas air ini?”

Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr. “Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya,” kata Covey.

“Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat.”

“Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya,” lanjut Covey. “Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi. Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi.”

Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok. Apa pun beban yang ada di pundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi.

Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya. Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.