Suatu hari datanglah ulat kepada daun hijau, katanya, “Apa kabar daun hijau?” Terserentak daun hijau menoleh dan melihat ke arah suara yang datang. “Oo kamu ulat. Badanmu kelihatan kecil dan kurus, mengapa?” tanya daun hijau. “Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku. Bisakah engkau membantuku, sobat?” kata ulat kecil. “Tentu, tentu. Mendekatlah kemari.” Daun hijau berpikir, jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau, hanya saja akan kelihatan berlobang-lobang.

Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih kepada daun hijau yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanan si ulat. Si daun hijau pun mempunyai rasa puas dalam dirinya karena dia sudah membantu sahabatnya tersebut.

Ketika musim panas datang, daun hijau tersebut menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang, dan kemudian dibakar.

Daun hijau tersebut mewakili orang yang masih mempunyai ‘hati’ bagi sesamanya. Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan mengabaikan kepentingan pribadi.

Ketika berkorban, kita memang akan berlobang, namun sebenarnya tidak menmpengaruhi hidup kita. Kita akan tetap hijau. Allah tetap memberkati dan memelihara kita.

Daun hijau rela melakukannya karena menyadari bahwa dia tidak akan selamanya hidup sebagai daun hijau. Suatu hari ia akan kering dan jatuh. Demikianlah juga hidup kita. Suatu hari akan mati dan kembali ke tanah.

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai. Karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, terutama kawan-kawan kita seiman.